Rabu, 15 April 2009

MuLti AkaD

MULTI AKAD

v Pengertian

Lafaz akad, berasal dari lafaz Arab al-‘aqd yang secara etimologi berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan.

Secara terminology, akad memiliki arti umum (al-ma’na al-am) dan khusus (al-ma’na al-khas). Adapun arti umum dari akad adalah “segala sesuatu yang di kehendaki seseorang untuk di kerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang dad lain-lain maupun yang membutuhkan pada kehendak dua pihak dalam melakukannya, seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan gadai atau jaminan. Sedangkan arti khusus (al-ma’na al-khas) ialah ‘pertalian atau atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syari’ah (Allah dan Rasulnya) yang menimbulkan akibat hukum pada objek aqad”.

Sedangkan kata multi itu sendiri mengandung arti lebih dari satu atau banyak. Jadi yang di maksud dengan multi akad itu sendiri ialah transaksi yang objeknya terdiri satu, dan akadnya lebih dari satu.

v Dasar Hukum

Bisnis dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh,”Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha (Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip yang melarangnya).

v Contoh Multi Akad

  1. Murabahah

Adalah jual beli barang pda harga asal dengan tembahan keuntungan yanng disepakati. Dalam istilah teknis perbankan syari’ah murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan.
Dalam bai' al murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang dia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian dengan sistem pemesanan. Dalam al-Umm, Imam Syafi’i menamai transaksi ini dengan istilah al-amir bi al-syira . Dalam hal ini calon pembeli atau pemesan dapan memesan kepada sesorang (sebut saja pembeli) untuk membelikan suatu barang tertentu yang diinginkannya. Kedua belah pihak membuat kesepakatan mengenai barang tersebut serta kemungkinan harga asal pembelian yang masih sanggup ditanggung pemesan. Setelah itu, kedua belah pihak juga harus menyepakati beberapa keuntungan atau tambahan yang harus dibayar pemesan. Jual beli kedua belah pihak dilakukan setelah barang tersebut beda di tangan pemesan.

- Pendapat Ulama Imam Mazhab -

Murabahah dalam Fikih Islam merupakan bentuk jual beli yang tidak ada hubungannya dengan pembiayaan pada mulanya. Oleh karena itu, beberapa ulama kontemporer telah membolehkan penggunaan murabahah sebagai bentuk pembiayaan alternatif dengan syarat-syarat tertentu yang harus diperhatikan:

Harus selalu di ingat bahwa pada mulanya murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk menghindar dari “bunga” dan bukan merupakan instrumen ideal untuk mengemban tujuan riil ekonomi Islam. Sehingga, instrumen ini hanya digunakan sebagai langkah transisi yang diambil dalam proses Islamisasi ekonomi, dan penggunaannya hanya terbatas pada kasus-kasus di mana murabahah dan musyarakah tidak dapat diterapkan.

Murabahah muncul bukan hanya untuk menggantikan “bunga” dengan “keuntungan”, namun sebagai bentuk pembiayaan yang diperbolehkan oleh ulama Syariah dengan syarat-syarat tertentu. Apabila syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka murabahah tidak boleh digunakan dan cacat menurut Syariah.

Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan kepada harga jual barang tersebut. Mazhab Maliki, membolehkan biaya-biaya langsung terkait dengan transaksi jual beli itu dan biaya-biaya tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang tersebut.

Mazhab Syafi’i membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri. Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen biaya.

Mazhab Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namun mereka tidak membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual.

Mazhab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa keempat mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Keempat mazhab juga membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu dilakukan oleh pihak ketiga. Bila pekerjaan tersebut dilakukan oleh si penjual, mazhab Maliki tidak membolehkan pembebanannya, sedangkan ketiga mazhab lainnya membolehkannya. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai barang atau tidak berkaitan dengan hal-hal yang berguna.

  1. Ijarah Muntahia bittamlik(IMBT)

IMBT yaitu rangakian dua buah akad, yakni akad al-Ba’I dan akad ijarah muntahia bittamlik (IMBT). Al-ba’I merupakan akad jual beli,sedangkan IMBT merupqakan kombinasi antara sewa menyewa(ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.

  1. Sukuk (Obligasi Syari’ah)

Sukuk (Bahasa Arab: صكوك, jamak of صك Sakk, "instrumen legal, amal, cek") adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:

a. kepemilikan aset berwujud tertentu;

  1. nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau
  2. kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar